May 15, 2014

Wedding. Day 1: Siraman

Hari ini adalah satu bulan + satu minggu pernikahanku dan mas Bayu. Dan aku (akhirnyaaaa...) membuat postingan tentang prosesi pernikahanku. :))

Prosesi pernikahanku menerapkan adat Jawa-Muslim, yang sebagaimana diketahui, cukup banyak rangkaian upacara yang harus dilaksanakan. Kita mengambil adat Jawa karena orang tuaku dan mas Bayu adalah keturunan Jawa asli, selain itu aku memang suka dengan acara ritual pengantin yang--walaupun ribet tetapi--terasa indah dan mengandung nilai-nilai yang bagus di dalamnya.

H-2minggu pernikahan aku dan mas Bayu "dipisah". Aku di Pekalongan dan mas di Yogyakarta. Aku luluran dan mas tetep kerja *evil grin*. Semakin mendekati hari H, makin tidak sabar dan makin deg-degan nggak karuan. Well, khas calon pengantin gitu lah... Mas Bayu dan keluarga besarnya datang h-2 sebelum acara, kemudian menginap di guest house yang telah disiapkan.

Janur dan tumpeng sudah disiapkan sedari tanggal 4, menandakan kalau keluarga pak Pontjo (ayahku) punya gawe. Kita berdoa semoga segala sesuatunya lancar, minim hambatan. Tratak sudah dipasang. Rapat panitia terakhir digelar. Dan pengajian/Walimatul Ursy dilaksanakan tanggal 5 April, pagi hari. Pengajian ini dihadiri bapak-bapak tetangga di perumahan tempatku tinggal. Untuk turut mendoakan kelancaran acara dan rumah tangga kami kelak. Terima kasih untuk doa baiknya...




Sore hari, prosesi siraman dilaksanakan. Sejak dari pukul 13.00 aku dimake up oleh ibu Emmy Ratman. Beliau juga yang memake up kakak keduaku, Laras Prabaningtyas ketika 4 tahun yang lalu menikah dengan suaminya, Dadan Ramdani. Setelai selesai makeup, aku keluar dari kamar, untuk sungkem dengan Bapak Mamah.




Kemudian, aku menunggu Bapak Mamah yang didampingi kakak-kakakku memasang Bleketepe, untuk menandakan akan segera dilaksanakannya hajatan di rumah kami.


 
Kemudian prosesi inti upacara Siraman dimulai. Di dalam prosesi siraman ini, aku "dimandikan" oleh kedua orang tuaku dan 7 orang ibu lainnya. Dan kemudian aku bersuci (wudhu) dengan air yang sama. Air siraman berasal dari 7 mata air berbeda yang dijadikan satu dalam satu bokor dan ditaburi kembang setaman. Siraman sendiri bermakna agar kedua calon pengantin dalam kedaan suci dan bersih lahir batin sebelum menikah. Sesaat sebelum siraman, beberapa ciduk air dimasukkan ke salah satu kendi untuk dibawa ke guest house tempat mas manginap, agar bisa digunakan untuk siraman mas.







Setelah bersuci, beberapa helai rambutku dipotong untuk kemudian ditanam di pekarangan rumah oleh Bapak. Menanam rambut atau "Tanem rikmo" dimaksudkan agar kedua mempelai terbebas dari kendala dalam kehidupan rumah tangganya. Salah satu kendi penampung air kemudian dipecahkan dan akupun dibawa kembali ke kamar pengantin dengan cara....digendong oleh Bapak! :))






Selama aku "disimpan" kembali di kamar, Bapak dan Mamah "Dodolan Dawet" di depan rumah. Pembelinya adalah ibu-ibu undangan dengan menggunakan kreweng sebagai uangnya. Kreweng adalah uang-uangan yang dibuat dari tanah liat berwarna bata, atau bisa juga dari potongan genteng.





 "Uang" hasil berjualan dawet kemudian diserahkan padaku. Hihihi.

Acara selanjutnya adalah "Dulang-dulangan" yakni Bapak dan Mamah menyuapiku "untuk terakhir kalinya" sebelum aku menikah. Pssst, walaupun sampai sekarang kalau pulang ke Pekalongan terkadang aku masih suka disuapin sama Mamah. ;p







Next...family photosession... We're Poekdjiato's so we do photosession right? :p






Beyond-happy moment i wanna keep in my memory and share with other by posting it.

Next: Srah-srah and Midodareni Night. Soon! :))

Photo credit by volturiphotography.com












Pin ThisShare on TumblrShare on Google PlusEmail This

No comments:

Post a Comment